share

Nahdlatul Ulum Maros Jadi Percontohan Program Kemandirian Pesantren

Nahdlatul Ulum Maros Jadi Percontohan Program Kemandirian Pesantren

SuaraSulsel.id – Pesantren Nahdlatul Ulum Maros, Sulawesi Selatan, ditetapkan Kementerian Agama sebagai salah satu lokasi program percontohan kemandirian pesantren di Indonesia.

“Saya mengajak dengan tangan terbuka sekaligus berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga negara lain untuk ikut terlibat secara aktif dalam berbagai program kemandirian pesantren nantinya,” kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Selasa 4 Mei 2021.

“Kementerian Agama sedang menyiapkan dashboard potensi ekonomi pesantren yang bisa diakses oleh kementerian dan lembaga lain, sehingga bila K/L memiliki program tertentu bisa mengacu ke dashboard tersebut untuk menentukan pesantren mana yang layak mendapatkan program sehingga program K/L lebih tepat sasaran,” ungkapnya.

Kemandirian Pesantren menjadi salah satu program prioritas Kementerian Agama tahun 2021. Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan, setidaknya ada tiga alasan pentingnya memandirikan lembaga pendidikan yang juga menjadi akar tradisi Islam di Nusantara ini.

“Pertama, pesantren sudah teruji sebagai pusat pendidikan yang bisa bertahan bertahun-tahun, dan pesantren juga memiliki SDM yang melimpah yang berpotensi menjadi SDM yang unggul,” terang Gus Menag saat melaunching Peta Jalan Kemandirian Pesantren di Gedung Kementerian Agama.

Peta jalan ini dirumuskan untuk menjadi pedoman bersama, tidak hanya oleh Kemenag tapi juga Kementerian/Lembaga (K/L) dan instansi terkait, dalam pengembangan pesantren.

Launching yang digelar daring dan luring ini diikuti perwakilan K/L mitra, pimpinan Ormas Islam dan Pimpinan Pesantren, pejabat Eselon I dan II Ditjen Pendidikan Islam, dan Kakanwil Kemenag Provinsi se-Indonesia.

Menurut Menag, SDM unggul pesantren sudah tumbuh kembang, sejak sebelum berdirinya Indonesia, dengan jiwa kebangsaan yang kuat. Menag menyebut nama-nama tokoh pesantren, antara lain: Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan yang merupakan santri dari Kyai Sholeh Darat. Nama lainnya adalah Kyai Ahmad Watucongol dan Kyai Dimyati Termas.

“SDM unggul pesantren terus tumbuh hingga saat ini sesuai konteks zamannya hingga mereka berkiprah di banyak bidang tugas dalam ikut membangun negeri,” tegas Menag.

“Dalam perjalanannya, pesantren secara konsisten telah mendidik jutaan santri hingga ke pelosok negeri dan telah melahirkan para ulama dan kyai yang memiliki kedalaman ilmu agama yang mumpuni. Pesantren tanpa kenal lelah juga ikut berperan dalam mendampingi masyarakat dan turut menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi di tengah-tengah mereka,” sambungnya.

Alasan kedua, lanjut Gus Menag, pesantren dan masyarakat sekitarnya memiliki sumber daya ekonomi yang bila dikelola dengan baik bisa menjadi potensi ekonomi yang berkelanjutan.

Pesantren tumbuh dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat. Pesantren bukan menara gading, tapi lembaga yang berkembang membersamai perkembangan peradaban lingkungan sekitarnya. “Pesantren tidak hanya berkontribusi dalam penguatan literasi keagamaan masyarakat sekitar, tapi juga ikut membantu mengembangkan ekonomi masyarakatnya,” ujar Menag.

“Pesantren menjadi semacam magnet atau episentrum yang sangat potensial bagi pengembangan ekonomi masyarakat sekitar,” sambungnya.

Alasan ketiga pesantren harus dimandirikan adalah karena lembaga ini juga memiliki jejaring antar pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Jaringan itu terbentuk baik dari relasi guru-murid (alumni), maupun dari sanad keilmuan. Jejaring ini menjadi foktor potensial bagi pengembangan ekonomi umat. Sinergi ekonomi antar pesantren bisa menjadi kekuatan yang dapat menopang perekonomian bangsa,” ujar Menag.

“Karena itu, saya menetapkan tujuan besar dari kebijakan kemandiran pesantren ini adalah ”Terwujudnya Pesantren yang memiliki sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan sehingga dapat menjalankan fungsi Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat dengan optimal,” tegasnya.

Momentum

Menurut Menag, upaya memandirikan pesantren tahun ini menemukan momentum yang tepat karena ada tiga ekosistem pendukung. Pertama, ekosistem digital. “Pandemi Covid 19 memaksa disrupsi digital terjadi lebih cepat di Indonesia, semua aktivitas ekonomi sebagian besar kini mulai beralih platform digital,” ujarnya.

Kedua, ekosistem UMKM. Dunia usaha masyarakat sekitar pesantren sebagian besar adalah dari kalangan UMKM, dan bila terjadi kolaborasi pesantren dan UMKM disekitarnya maka akselerasi pemberdayaan ekonomi pesantren dan masyarakat akan bisa terjadi lebih cepat.

Ketiga, ekosistem Halal. Dalam kurun 10 tahun terakhir ini ada peningkatan trend industri halal yang cukup tinggi. “Saya mendorong BPJPH untuk bekekerjasama dengan pesantren dalam memperkuat ekosistem halal di Indonesia,” tuturnya.

“Dengan tiga ekosistem tersebut, saya optimis kalau dilakukan dengan baik dan benar, kebijakan kemandirian pesantren akan berjalan dengan sukses dan dampaknya bisa dirasakan oleh pesantren dan masyarakat sekitarnya,” ujarnya lagi.

Selain merilis Peta Jalan, Kemenag pada tahap awal juga telah menentapkan sembilan lembaga yang akan dijadikan pilot project kemandirian pesantren, yaitu:

1. Pesantren As’adiyah Kalimantan Utara,

2. Pesantren Nahdlatul Ulum Maros Sulawesi Selatan,

3. Pesantren Dayah Darul Atiq NAD,

4. Pesantren Qomarul Huda NTB,

5. Pesantren Al Imdad Yogyakarta,

6. Pesantren At Tahdzib Jawa Timur,

7. Pesantren Tarbiyatul Banin Cirebon,

8. Pesantren Al Amin Riau, serta

9. Pesantren Raudatul Mubtadiin Jawa Tengah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *